Akal Jamin Manusia Tidak Akan Bermasalah dengan Masalahnya



Manusia adalah mahluk paling sempurna dari Dzat Yang Maha Sempurna.  Al-Aalim (Maha Mengetahui), sifat Tuhan yang baik, merupakan salah satu inspirasi dan misi kenapa manusia ada.  Kesempurnaan akal yang tidak dimiliki oleh mahluk lain adalah bukti bahwa tersimpan rencana di balik penciptaannya. Dan itu hanya bisa diketahui oleh manusia yang memfungsikan akalnya.
           Manusia di belahan bumi manapun dan sampai kapanpun tidak akan pernah bisa lepas dari yang namanya masalah (problem).  Masalah ibarat bumbu masak alami yang membuat masakan menjadi lebih sedap baik bentuk, aroma maupun rasanya,  jika si pelaku bisa menyikapinya dengan bijak. Tapi sebaliknya, ia bisa menjadi racun yang melemahkan bahkan mematikan sel-sel tubuh bila pelaku tidak bisa mengelolanya.
           Dalam kadar tertentu stres masih dibutuhkan oleh tubuh agar manusia tetap terjaga atau siap. Stres yang berlanjut dengan depresi tingkat tinggi merupakan salah satu contoh dari gagalnya pengelolaan masalah. Sesuatu akan menjadi masalah apabila kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
           Asa dan realita berhubungan dengan pikiran (cara berpikir) yang merupakan kerja akal. Harapan akan memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi kenyataan apabila manusia mampu berpikir dengan benar. Dengan kata lain, manusia tidak akan bermasalah dengan masalahnya apabila ia mampu memanfaatkan akalnya dengan baik.
           Tuhan mengingatkan bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan (Al-Qur’an). Ini berarti bahwa akal yang difungsikan dengan baik dalam arti digunakan dengan sungguh-sungguh atau maksimal dan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta, akan dapat mendatangkan kebahagiaan (kemudahan). Sehingga dari masalah tersebut kita bisa merasakan nikmat yang luar biasa. Nikmat bertafakkur (berpikir/merenung/berdiskusi hingga memperoleh kesimpulan), nikmat memperoleh ilmu, nikmat menemukan jalan keluar, mendapatkan teman, berlimpah rizki, dll. Subkhanallah..Tuhan memamg Maha Pemurah.
            Sekarang kita tahu bahwa tidak ada mahluk yang diciptakan kecuali ada tujuan di balik penciptaannya itu. Jadi, kenapa Tuhan menciptakan masalah?, di antara jawabannya adalah sebagai berikut


  1. Supaya dengan masalah tersebut, manusia berpikir (menggunakan akalnya) sehingga ia semakin cerdas.
             Akal itu ibarat pisau, yang akan semakin tajam bila terus diasah dan dibersihkan. Akal bisa diasah dengan membaca dan berpikir serta dibersihkan dengan dzikir (selalu mengingat Allah). Berbagai penelitian membuktikan bahwa saraf otak manusia akan berkembang lebih cepat dan berfungsi dengan baik bila selalu digunakan untuk berpikir. Serta akan mengalami kemunduran bahkan kerusakan bila pasif (tidak pernah digunakan).
  1. Supaya manusia mengakui adanya Tuhan, serta lebih dekat kepada-Nya.
            Diakui atau tidak  manusia adalah mahluk lemah,banyak kekurangan. Sepandai apapun dia, sekaya dan sekuat apapun pasti memiliki titik kelemahan. Kepandaian, kekayaan dan kekuatan manusia sangat jauh di bawah kesempurnaan Tuhan. Karenanya sudah sepantasnyalah manusia merasa rendah di hadapan Tuhan alias tidak sombong karena merasa cukup, dan membuang jauh-jauh rasa gengsi untuk meminta pertolongan Tuhan.
            Pada dasarnya, di lubuk hati seluruh mahluk Tuhan di bumi ini mengakui adanya kekuatan lain yang lebih dahsyat, jauh melebihi kekuatannya. Sehingga mengakui, patuh, dan mendekat, itu lebih baik bagi kebahagiaan hidup manusia. Kita harus yakin dengan fitrah bahwa manusia boleh menggunakan kehebatan akalnya untuk merencanakan masa depan, tapi yang berhak menentukan berhasil atau gagal adalah Tuhan. Sehingga bila keyakinan seperti ini tertanam di dalam dada, maka takkan ada lagi yang disebut depresi.
  1. Sebagai sarana pendewasaan. 
                  Menjadi dewasa adalah sebuah pilihan. Artinya kita bebas berkehendak apakah kita mau menjadi seperti anak kecil yang ingin serba enak dan cepat tanpa repot melalui proses berpikir?, selalu mengeluh dan menangis bila keinginan gagal atau semua berjalan ‘lambat’, selalu bergantung pada orang lain, suka mengadu, dan lari dari masalah meskipun secara fisik kita sudah berumur? Atau lebih baik menyesuaikan pola pikir dan tingkah laku kita sebagaimana bentuk fisik kita? Apabila point pertama yang kita pilih maka akan terjadi ketimpangan (unbalance). Wajah tua dengan gaya dan pikiran kekanak-kanakan, lucu bukan? Dan jelas meresahkan. Tapi bila point kedua yang kita pilih maka akan sedap dipandang dan dirasakan. Akan menjadi indah dan menyenangkan karena sesuai dengan alur dan skenario penciptaan alam semesta. Kebaikan dan keindahan akan ada dengan difungsikannya akal untuk menghadapi masalah, bukan berlari.

  1. Untuk menguji manusia, apakah beriman atau tidak.
           Salah satu maksud dari diciptakannya masalah adalah sebagai detector yang dapat membedakan antara orang yang beriman (percaya dan yakin adanya Allah beserta konsekuensinya) dan orang kafir. Orang beriman ketika dihadapkan kepada suatu masalah (kecil ataupun besar) akan langsung mengingat Allah bahwa masalah itu yang memberi Dia dan Dia pula yang akan membantu menyelesaikannya. Manusia hanya diperintahkan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh kemudian bertawakkal, yakni berserah diri (menyerahkan secara total hasilnya) hanya kepada Allah. Sedangkan orang kafir (tidak percaya adanya Allah serta pertolongan-Nya) akan berputus asa dan meminta pertolongan kepada selain Allah.
           Allah memberikan ujian pada manusia dua macam, ujian baik dan ujian buruk (meski pada hakekatnya semua ujian itu baik, dan hidup itu sendiri adalah ujian). Manusia beriman apabila mendapat ‘ujian baik’ akan bersyukur, dan apabila mendapat ‘ujian buruk’ akan bersabar. Dan sebaliknya, orang yang tidak beriman tidak akan bersyukur dan bersabar.
          Semua yang Allah ciptakan untuk manusia adalah ujian. Kesehatan, kecantikan, kekayaan, kedudukan, anak, orang tua, suami, istri, sakit, kematian, dll.
          Kesehatan adalah ujian, artinya apakah dengan mata yang sehat dia mampu menggunakannya dengan baik misalnya untuk membaca, atau justru untuk bermaksiat (berbuat kejahatan). Kesehatan akan menjadi masalah atau berakibat negatif bila tidak difungsikan sesuai dengan kehendak Allah dan sebaliknya, akan menjadi nikmat atau menghasilkan keuntungan bila untuk kebaikan.
  1. Supaya bertambah nikmatnya.
a)      Nikmat berdo’a.
      Ketika seseorang berdo’a maka saat itu dia menumpahkan beban yang  ada di dalam dada, serta memperoleh keyakinan dan harapan akan adanya pertolongan dari Dzat Yang Maha Bisa. Sehingga seusai kegiatan tersebut dia merasa lega dan tenang.
b)      Nikmat karena terselesaikannya masalah.
      Ketika seseorang dirundung masalah yang seakan sudah tidak ada jalan keluar lagi setelah mengerahkan segenap daya dan upaya, dia akan merasa stres.  Akan tetapi saat Allah memutuskan bahwa sudah saatnya untuk melepaskan masalah tersebut alias ditemukan jalan keluar, maka stres tadi akan berbalik menjadi kebahagiaan.
c)      Nikmat karena mengetahui ilmu baru.
      Ini biasanya disadari setelah orang berhasil keluar dari masalah. Dia menyadari bahwa masalah yang dialaminya membutuhkan trik-trik seperti yang sudah berhasil dia lakukan. Nikmat ini juga akan dirasakan setelah seseorang berhasil melakukan sebuah penelitian ilmiah.
  1. Supaya manusia meyakini kebenaran Al-Qur’an.
     Al-Qur’an menegaskan bahwa :
a.    Setiap masalah pasti ada jalan keluar (Al-Baqoroh:286)
b.      Setelah kesulitan pasti ada kemudahan (Al-Insyirah:5)
c.       Ahir itu lebih baik dari permulaan (Ad-Dlukha:4)
d.      Orang yang bertakwa akan diberi kemudahan/jalan keluar (At-Tholaq:2,4)
e.       Membedakan orang yang berakal dan tidak( Az-Zumar:9)
f.       Membedakan manusia dengan binatang (Al-A’raf:179)
g.      Dengan sabar dan sholat serta dzikir,hidup menjadi tenang (Al-Baqoroh:45,153)
h.      Mengambil contoh dari peristiwa masa lalu agar beruntung (Al-Hasyr:59)
i.        Mengingat mati/hari pembalasan(kebahagiaan sejati dan abadi bukan di dunia tapi di ahirat) (Al-Anbiya’:35)

           Sekarang masalahnya bagaimana cara berfikir yang baik agar masalah tidak menjadi masalah/musibah tapi justru menjadi berkah?

           Setidaknya ada tiga hal penting yang harus diperhatikan agar kita tidak dipusingkan oleh masalah.
Pertama, belajar bersabar dan bersyukur ketika mendapatkan masalah (ujian). Al-Qur’an menegaskan bahwa barang siapa bersabar dan bersyukur maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya dan barang siapa ingkar, putus asa dan tidak sabar maka Allah akan menambahkan masalah itu. Dengan kata lain akan memberikan siksa minimal berupa kegelisahan dan masalah yang tak kunjung usai yang ahirnya berlanjut pada penyakit fisik dan kematian (Al-Ahzab:7 ).
Kedua, Ikhlas dan Berbaik sangka kepada Allah.
Ikhlas, menerima dengan senang hati apapun yang diberikan Allah saat ini, adalah kunci ketenangan hidup. Ujian, masalah, adalah salah satu pemberian Allah. Menerima, berusaha, dan berbaik sangka adalah jalan terbaik.
Allah akan berbuat menurut persangkaan hamba-Nya (hadits). Ini berarti bahwa manusia harus yakin  masalahnya akan selesai apabila dia berusaha dan meminta pertolongan-Nya. Apabila seorang hamba yakin bahwa Tuhan akan membantu kesulitan hambanya yang memohon maka dalam hatinya akan timbul ketenangan. Ketenangan batin adalah kunci dibukakannya jalan keluar, maksudnya manusia akan lebih dapat berfikir dengan cepat untuk mendapatkan solusi apabila hati dan pikirannya tenang.
Ketiga, Optimis.
Hidup akan menjadi lebih hidup apabila kita memiliki harapan dan cita-cita. Dengan harapan tersebut manusia akan lebih bersemangat dalam mencari jalan keluar, sehingga masalahpun akan lebih cepat teratasi.
            Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa adanya ujian atau masalah adalah sebagai bukti kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Jadi, jika Allah menyukai seorang hamba maka akan diberinya hamba tersebut ujian (hadits), sehingga dengan ujian tersebut hidupnya akan lebih bermakna, dengan catatan apabila ia lulus.
            Hidup di dunia ini ibarat duduk sejenak di rumah teman untuk minum secangkir kopi hangat sembari ngobrol dan tertawa. Setelah  beberapa saat kita harus pulang. Kita memang sudah terlanjur tahu kapan kita datang, tapi kita tidak akan pernah tahu kapan kita akan pergi.
Mari manfaatkan waktu yang kita tidak tahu kapan akan berahir ini untuk bersiap-siap menuju kehidupan yang abadi. Mari kita jadikan masalah yang berharga ini sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah, sehingga kebahagiaan sejati bisa kita raih, di dunia yang sangat sebentar ini, dan yang pasti kelak di ahirat. Semoga. Amin.



Telah terbit di majalah Psikologi Plus Edisi November 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN GURU BK DALAM PEMBENTUKAN PERILAKU EFEKTIF- NORMATIF SISWA

Humanisme Pendidikan